Kudus dalam Keseharian


Jenis Bahan PEPAK: Tips

Edisi PEPAK: e-BinaAnak 729 - Mengajarkan Arti Kekudusan kepada Anak (II)

"Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:1-2)

Seorang profesional Kristen pernah mengatakan bahwa kita hidup di dunia yang berdosa. Jadi, terlalu naif apabila kita dituntut untuk hidup lurus, kudus seperti yang dituntut dalam Alkitab. Benarkah demikian? Jika demikian, bagaimana kita mengajarkan hal kekudusan yang begitu abstrak bagi anak-anak kita? Mungkinkah anak-anak kita akan mengerti kekudusan jika di tengah-tengah dunia yang berdosa, orangtuanya seakan-akan lumpuh melakukan hal yang kudus seperti yang dituntut oleh Alkitab? Di sisi lain, anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada kita merupakan rencana Allah yang berkesinambungan dalam kehidupan kita.

1. Mengajar anak untuk mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang kudus kepada Allah.

Rasul Paulus menasihati anak-anak Tuhan untuk mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang kudus dan berkenan kepada Allah. Persembahan hidup yang demikian dikatakan sebagai ibadah yang sejati. Itu berarti ibadah yang sejati tidak dapat lepas dari hidup yang kudus. Ibadah yang dimaksud adalah memakai kata "Latria", yaitu aspek ibadah yang meliputi totalitas hidup, keterlibatan hidup sepenuhnya. Ibadah yang sejati, hidup yang kudus tidak cukup hanya ke gereja pada hari Minggu, persekutuan doa atau mengambil bagian dalam pelayanan. Hidup yang kudus adalah totalitas hidup orang Kristen. Hidup yang kudus adalah kudus setiap saat, setiap kesempatan, setiap konsep, setiap segi hidup kita dalam keseharian. Itu sebabnya, Tuhan menginginkan persembahan yang hidup, bukan yang mati.

2. Teladan hidup kudus dari orangtua.

Memikirkan bagaimana mengajarkan kekudusan, persembahan yang hidup kepada anak, tidak ada yang lebih efektif selain dari teladan hidup orangtuanya. Hidup yang kudus dalam keseharian kita sangat mudah ditangkap dan dipelajari oleh anak. Jikalau kita mengambil waktu sejenak, kita dapat mengevaluasi kehidupan kita. Di dalam keseharian, apakah yang paling menjadi fokus pikiran dan orientasi kita. Apakah yang paling sering kita katakan dalam hari-hari kehidupan kita, kata-kata apa yang paling sering kita ungkapkan kepada anak? Bagaimana respons kita terhadap masalah atau kesulitan? Apa yang menjadi prioritas dan paling disukai keluarga, kegiatan pada hari Minggu, film-film apa yang dipilih, musik apa yang disukai, tempat mana yang jadi favorit keluarga, dst.?

3. Orangtua menerapkan prinsip dipanggil untuk berbeda dari dunia ini.

Sejalan dengan perkembangan anak-anak kita, sejalan pula dengan proses belajar anak untuk mengerti dan hidup kudus. Sebagai orangtua Kristen, kita dipanggil untuk berbeda dari dunia yang berdosa ini. Sehari lepas sehari, anak akan makin mengerti arti mempersembahkan hidup yang kudus dan berkenan kepada Allah.

4. Bergantung penuh pada pertolongan Roh Kudus.

Akhirnya, dengan segala kemurahan Allah dan pertolongan Roh Kudus, kita berdoa agar dari gereja dan dari keluarga orang beriman, kekudusan hadir dan muncul di tengah-tengah dunia yang berdosa ini, sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah kita yang kudus dan telah menguduskan kita. Amin.

Diambil dan disunting dari:

Nama situs : Eunike
Alamat URL : http://www.oocities.org/~eunike-net/17/index.html
Judul artikel : Kudus dalam Keseharian
Penulis artikel : Ev. Ayny L. Susanto, S.Th.
Tanggal akses : 23 Februari 2016

Kategori Bahan PEPAK: Pelayanan Anak Umum

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK

Komentar