Aktivitas Belajar Alkitab


Jenis Bahan PEPAK: Artikel

Pentingnya firman Tuhan bagi anak kecil dapat dengan lebih efektif dikomunikasikan melalui sikap dan tindakan orang dewasa. Misalnya, bila anak melihat orangtuanya membaca Alkitab, mendengar mereka mengaitkan apa yang dibaca dengan tindakan sehari-hari, dan ia merasakan ketergantungan orangtuanya kepada Alkitab sebagai sumber inspirasi utama, maka anak akan belajar menghargai firman Tuhan. Jika cara hidup orang dewasa mempraktikkan ajaran Alkitab, maka mereka menjadi contoh yang menarik bagi anak-anak untuk mengasihi Tuhan. Firman Tuhan yang dilakukan lebih meyakinkan daripada firman Tuhan yang dijelaskan!

Cerita Alkitab

Orang dewasa perlu dengan cermat mempertimbangkan bagian Alkitab yang cocok bagi anak kecil. Alkitab adalah sebuah kitab yang ditulis oleh orang dewasa, bagi orang dewasa, dan penuh dengan cerita orang dewasa. Sebagian besar isinya sulit dimengerti oleh anak-anak. Kebanyakan, nubuatan Perjanjian Lama dan surat-surat dalam Perjanjian Baru tidak menarik dan sulit dimengerti anak-anak kecil.

Ketika menyeleksi bagian-bagian Kitab Suci agar bermanfaat bagi anak-anak, para orangtua dan guru harus mencari cerita-cerita dan ayat-ayat yang mengandung unsur-unsur yang akrab dengan anak-anak. Semakin dekat perbuatan tokoh-tokoh dalam cerita itu dengan situasi yang dijumpai anak, semakin mampu ia menghubungkan teladan-teladan itu dengan perilakunya sendiri. Aspek kunci dari setiap cerita adalah sejauh mana anak itu dapat mengidentifikasikan dirinya dengan orang yang dikisahkan cerita tersebut. Sebagai contoh:

  1. Cerita tentang Samuel muda yang menjadi pelayan di Tabernakel (lihat 1 Samuel 2:18-21; 3) atau Daud yang dipilih menjadi raja (lihat 1 Samuel 16) memberikan teladan mengenai anak muda yang menerima dan menjalankan tanggung jawab dengan baik dan berhasil. Walaupun demikian, situasi dalam cerita Samuel harus diungkap dengan hati-hati. Cerita tentang ibu Samuel yang mempersembahkan anaknya kepada Allah dan membawanya untuk tinggal bersama Nabi Elia dapat menimbulkan perasaan negatif yang kuat dalam diri anak yang kuatir diperlakukan demikian oleh ibu mereka.

  2. Cerita-cerita Perjanjian Lama tentang pembangunan, pemeliharaan, atau perbaikan bait Allah (lihat 1 Raja-raja 5-6; 2 Raja-raja 12 ; 22-23) dapat bermanfaat dalam menolong anak merasa bertanggung jawab terhadap pembangunan gereja. Tekankan pada hal-hal spesifik yang orang-orang lakukan untuk menunjukkan rasa hormat mereka terhadap tempat ibadah.

  3. Kisah tentang Yesus dan anak-anak (lihat Matius 19:13-15) selalu menjadi cerita yang digemari anak-anak. Setiap anak dapat membayangkan Yesus tersenyum kepadanya. Cerita ini efektif dalam menolong anak mengembangkan perasaan hangat dan akrab terhadap Yesus.

  4. Zakheus (lihat Lukas 19:1-10) merupakan tokoh yang menarik bagi anak-anak, meskipun reputasinya tidak baik. Mereka mengagumi kecerdikan Zakheus dalam memanjat pohon untuk dapat melihat Yesus di tengah kerumunan orang bertubuh besar. Pengakuan Yesus atas Zakheus dan kesediaan-Nya mengampuni kesalahannya menambah daya tarik cerita ini. Karena setiap anak mengingat-ingat perbuatan mereka yang salah, jaminan pengampunan dosa ini akan menolong mereka merasa positif pada sikap Yesus terhadap Zakheus.

  5. Peristiwa Yesus masuk ke Yerusalem dan dielu-elukan (lihat Matius 21:1-17) dapat digunakan untuk menolong anak-anak mengungkapkan perasaan-perasaan kasih mereka kepada Yesus.

  6. Perjanjian Baru berisi kisah tentang orang Kristen yang saling menolong (lihat Kisah Para Rasul 2:42-47; 4:32-37; 6:1-7; 9:36-42) Pesan ini dapat dimengerti dengan jelas oleh anak-anak.

Menyampaikan Cerita Alkitab lewat Aktivitas

Cerita Alkitab yang mudah diidentifikasi anak juga membantu penerapan kebenaran Alkitab dalam pengalaman-pengalaman hidupnya yang nyata. Anak mungkin dapat menceritakan ulang kisah itu tanpa tahu bagaimana menerapkannya dalam hidup. Pendekatan yang lebih berhasil adalah dengan mengaitkan kisah tersebut pada saat anak berada dalam situasi kehidupan yang nyata.

Para guru sekolah minggu dapat membantu melakukan transfer belajar ini melalui berbagai macam aktivitas. Misalnya, beberapa anak mungkin sedang bermain dengan balok-balok dan membuat sebuah roket. Guru dapat memakai percakapan tentang roket untuk menuturkan secara ringkas kisah penciptaan dari kitab Kejadian. Ungkapan seperti, "Bayangkan betapa besar Allah yang telah menciptakan bumi, bulan, dan bintang-bintang seperti yang dikatakan Alkitab" merupakan cara yang efektif untuk menghubungkan kisah Alkitab dengan aktivitas fisik anak-anak secara langsung.

Para guru sering kali harus mengatur suasana sedemikian rupa sehingga tersedia pengalaman-pengalaman hidup yang nyata di dalam kelas. Para orangtua sebenarnya memiliki lebih banyak kesempatan dalam kehidupan nyata bersama anak-anak. Orangtua harus peka akan adanya kesempatan untuk menghubungkan cerita-cerita dan kebenaran, kebenaran Alkitab dengan hal-hal yang dilakukan oleh anak-anak. Dengan demikian, cerita Alkitab dapat menjadi sarana yang baik untuk mengajar. "Apa yang baru saja kamu lakukan mengingatkan ayah pada cerita di dalam Alkitab..." merupakan cara yang efektif untuk memakai cerita Alkitab sebagai suatu dorongan yang positif bagi perilaku yang kita inginkan.

Visualisasi

Penyajian sebuah cerita Alkitab dapat diperkaya dengan memakai teknik visual. Gambar tokoh-tokoh dalam cerita tersebut menolong anak membayangkan dan memikirkan mereka sebagai manusia nyata. Alkitab yang di dalamnya terdapat gambar yang menarik dapat meningkatkan daya tarik. Minat anak terhadap buku tergantung pada seberapa banyak gambar yang ada pada buku itu. Pergunakanlah gambar situasi masa kini yang sesuai dengan pengalaman pribadi anak agar ia dapat menghubungkan cerita Alkitab dengan pengalamannya. Berikut adalah sebuah contoh percakapan di dalam kelas.

Setelah seorang guru menceritakan kisah orang Samaria yang murah hati, ia menunjukkan kepada anak-anak gambar seorang gadis kecil yang jatuh dari sepeda roda tiga dan lututnya tergores. Pada gambar itu juga terlihat seorang anak laki-laki yang lebih besar yang tampak sedang bermain-main di dekat gadis kecil yang jatuh itu. Guru itu meminta anak-anak untuk menggambarkan apa yang terjadi pada gambar itu. Mereka dengan jelas dan akurat menggambarkan apa yang sedang terjadi.

Guru itu kemudian meminta mereka mengutarakan pendapat tentang apa yang berlangsung sebelum kecelakaan itu terjadi. Komentar-komentar yang muncul tidak memenuhi harapan sang guru karena lebih mencerminkan perasaan dan pengalaman mereka sendiri.

Kemudian guru itu bertanya, "Menurut kalian, apa yang akan terjadi selanjutnya?" Pada saat itu, sebagian besar anak dengan mantap mengidentifikasikan diri mereka dengan salah satu tokoh dalam gambar itu. Yang mengejutkan setiap orang, seorang anak lelaki menyatakan bahwa anak laki-laki itu akan menaiki sepeda roda tiga gadis kecil itu dan membawanya pergi!

"Tidakkah lebih baik menolong gadis itu masuk ke dalam rumah dan mengobati lututnya?" tanya sang guru, dan berharap anak itu akan mengerti kesalahan pernyataannya.

"Ya," jawab anak lelaki itu, "karena setelah itu ia bisa mengendarai sepeda roda tiga itu dan bersenang-senang."

Guru itu mencoba sekali lagi. "Bagaimana menurutmu perasaan anak laki-laki itu?" tanyanya.

"Ia akan merasa senang, karena ia... Eh tidak, ia akan merasa bersalah karena gadis itu ditinggalkan dalam keadaan terluka."

"Menurutmu, apa yang bisa membuatnya merasa senang?" tanya sang guru yang kini merasa lega karena anak itu sudah dapat melihat melampaui perhatian dan minatnya pada sepeda roda tiga.

"Ia akan senang jika menolong gadis itu mengobati lututnya," tegas anak lelaki itu, setelah berhasil bergumul dengan masalah-masalah serupa yang Yesus angkat melalui kisah itu.

Drama

Drama sederhana yang menggambarkan cerita Alkitab juga membantu anak menghubungkan cerita itu dengan dunianya sendiri. Drama, panggung boneka, film, atau video dapat membuat kejadian itu lebih nyata.

Berikut ini sebuah contohnya. Sekelompok anak berusia lima tahun akan mementaskan kisah tentang orang-orang yang membuka atap rumah untuk menurunkan orang yang sakit di hadapan Yesus. Guru itu memberikan tuntunan yang efektif pada usaha-usaha mereka. Ia mengajukan pertanyaan seperti, "Menurut kalian apa yang mereka rasakan ketika melakukan hal itu?" Alat-alat sederhana dan imajinasi yang kuat membuat cerita itu hidup dalam waktu yang singkat, meskipun dialognya tidak memadai menurut standar orang-orang dewasa. Kesimpulannya, laki-laki yang sakit itu turun dari usungannya dan memandang kepada Yesus. Setelah mengucapkan "Terima kasih," ia memandang kepada empat orang laki-laki yang telah mengusungnya dan berkata, "Mereka adalah sahabat-sahabatku." Anak kecil itu memahami sepenuhnya kisah tersebut!

Perhatikan reaksi anak itu terhadap perkembangan kisah. Anak sangat senang dengan kisah yang diceritakan kembali jika hal itu memungkinkannya mengenali tokoh-tokoh dan tindakan-tindakan mereka, dan bila ia sudah mengenali urutan peristiwa. Meskipun orang dewasa cenderung bertahan hingga mengetahui akhir sebuah cerita, anak-anak kecil paling menikmati sebuah kisah jika mereka sudah tahu akhir kisah tersebut. Orang dewasa tidak suka jika seseorang "menceritakan akhirnya", tetapi anak-anak kecil merasa senang menantikan akhir kisah yang sudah diketahuinya. Sayangnya, banyak orang dewasa yang karena mengikuti sudut pandang mereka, tidak membiarkan anak cukup sering mendengar sebuah kisah sehingga kisah itu menjadi "favorit". Guru sebaiknya mencari kesempatan untuk menceritakan sebagian atau seluruh kisah sementara anak-anak melakukan aktivitas, daripada hanya pada waktu tertentu selama mengajar. Ketika "saat resmi" untuk bercerita tiba, anak-anak sebaiknya sudah mendengar sedikit banyak kisah itu untuk mendorong mereka berkata, "Ceritakan lagi!"

Ekspresi

Unsur yang sangat penting dan harus ada dalam bercerita adalah antusiasme orang dewasa. Ekspresikan perasaan dari cerita dengan suara dan mimik muka. Misalnya, menyatakan perasaan marah atau takut, menguap untuk mengungkapkan waktunya tidur, senyumlah lebar- lebar untuk menyatakan perasaan bahagia. Anak-anak kecil dengan cepat dapat menangkap perasaan-perasaan yang mereka kenal ini.

Untuk mendapatkan kembali perhatian dan minat mereka yang mungkin menurun, berbicaralah dengan berbisik -- suara paling dramatis yang mampu diucapkan manusia. Kemudian kembali ke suara normal sehingga bila dibutuhkan, "berbisik" bisa dipergunakan lagi.

Diambil dan disunting dari:

Kategori Bahan PEPAK: Metode dan Cara Mengajar

Sumber
Judul Buku: 
Mengenalkan Allah Kepada Anak
Pengarang: 
Wes Haystead
Halaman: 
98 -- 105
Penerbit: 
Yayasan Gloria
Kota: 
Yogyakarta
Tahun: 
1998

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK

Komentar