Kaleb: Keberanian Seorang Pemimpin, Berani Tampil Beda


Jenis Bahan PEPAK: Artikel

Ada satu pemahaman bahwa di dalam narasi Perjanjian Lama, kita akan melihat bagaimana Allah mengambil peran utama di dalam cerita itu. Pemahaman ini memang benar, bahwa melalui setiap cerita, kita akan mengenal Allah melalui tokoh atau bangsa Israel. Tetapi bukan berarti kita tidak bisa belajar dari tokoh tersebut. Meskipun memang terkadang, tokoh Perjanjian Lama menampilkan satu sikap hidup yang nagatif. Sebagai contoh, seorang Yusuf yang memamerkan jubah mahaindahnya di depan saudara-saudaranya

Ada satu pemahaman bahwa di dalam narasi Perjanjian Lama, kita akan melihat bagaimana Allah mengambil peran utama di dalam cerita itu. Pemahaman ini memang benar, bahwa melalui setiap cerita, kita akan mengenal Allah melalui tokoh atau bangsa Israel. Tetapi bukan berarti kita tidak bisa belajar dari tokoh tersebut. Meskipun memang terkadang, tokoh Perjanjian Lama menampilkan satu sikap hidup yang nagatif. Sebagai contoh, seorang Yusuf yang memamerkan jubah mahaindahnya di depan saudara-saudaranya yang sedang menggembalakan domba (Kej. 37:23). Kita harus pahami bahwa setiap tokoh pasti memiliki berbagai segi yang di dalamnya kita akan melihat pekerjaan Tuhan yang mengubah hidup mereka. Hidup mereka yang diperbaharui oleh Allah Israel itulah yang menjadi satu teladan yang bisa kita aplikasikan untuk kehidupan kita saat ini.

Kaleb adalah salah satu tokoh hikayat Perjanjian Lama. Ia adalah seorang pemimpin suku di antara ke-12 suku yang ada di Israel (Bil. 13:4), tepatnya suku Yehuda. Pada saat Kaleb menjadi kepala suku Yehuda, ia dipilih oleh Musa menjadi salah seorang pengintai tanah Kanaan. Di dalam perjalanan bangsa Israel dari tanah Mesir ke tanah Kanaan, Allah berfirman kepada Musa agar mengirim setiap pemimpin suku untuk mengintai negeri Kanaan.

Tanah Kanaan yang dijanjikan Tuhan pun mulai diintai oleh semua kepala suku di Israel (Bil. 13:17-24). Mereka mulai mengintai negeri itu dengan melihat segala yang ada di negeri itu. Lembah ke lembah mereka jalani, gunung ke gunung mereka perhatikan, sampai pada setiap segi tanah perjanjian itu mereka ketahui. Hasil negeri itu mereka ambil dengan memotong setandan anggur sebagai bukti bahwa negeri itu berlimpah susu dan madu. Ternyata, memang benar negeri itu berlimpah susu dan madu, negeri itu sangat kaya akan hasil anggur, gandum, dan ternaknya yang melimpah ruah (Bil. 13:27). Ini menjadi kabar yang sangat menggembirakan bagi bangsa Israel. Perjalanan para pengintai selama 40 hari itu menghasilkan suatu kabar yang menggembirakan, negeri yang berlimpah susu dan madu.

Namun, bukan hanya dilimpahi oleh susu dan madu, negeri itu juga didiami oleh bangsa-bangsa yang "besar". Negeri itu didiami oleh bangsa keturunan Enak, orang Amalek, orang Yebus, orang Het, orang Amori, dan orang Kanaan (Bil. 13:28-19). Sepintas lalu, mungkin kita akan berpikir, ada apa dengan orang itu? Atau kenapa rupanya kalau negeri itu didiami oleh bangsa-bangsa yang besar. Penulis kitab Bilangan menyebutkan bangsa ini adalah bangsa yang kuat-kuat dan ditambah lagi mereka mendiami bagian-bagian yang sangat strategis, yaitu pegunungan dan lembah-lembah yang secara geografis akan sangat sulit untuk diruntuhkan. Dengan kata lain, bangsa Israel menyimpulkan, bagaimana mungkin mereka akan menduduki negeri yang berlimpah susu dan madu itu jika didiami oleh bangsa-bangsa yang seperti itu.

Kabar menggembirakan berubah menjadi satu kabar yang sangat menakutkan. Memang benar negeri yang dijanjikan Allah itu berlimpah susu dan madu, tetapi mereka bertanya mengapa bangsa-bangsa yang seperti itu yang berdiam di sana. Seperti biasa, orang Israel langsung merespons dengan gusar dan mulai menyalahkan Allah Yahwe. Memang benar itu adalah tanah yang subur, tetapi apa maksudnya negeri itu berkubu-kubu dan orang-orang besar tinggal di sana. Ini adalah gambaran pertanyaan orang-orang yang mulai meragukan janji Allah. Bahkan hal inilah yang membawa mereka gelisah dan siap memberontak kepada janji Allah. Yakni, kita harus mundur untuk bermimpi menduduki tanah perjanjian itu. Jadi bagaimana sekarang, tidak ada yang dapat kita lakukan kecuali mundur atau kembali ke tanah Mesir.

Para pemimpin suku yang mengintai tanah Kanaan itu terdiam melihat negeri yang dijanjikan itu. Di tengah ketakutan, muncullah seorang Kaleb yang mencoba menenteramkan hati bangsa yang penakut ini (Bil. 13:30-31). Kemudian Kaleb mencoba menenteramkan hati bangsa itu di hadapan Musa, katanya: "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!" Kalimat yang sangat "langka" keluar dari mulut seorang pemimpin. Meskipun pada satu segi kalimat itu akan menghasilkan satu risiko. Kaleb harus tahu itu. Tetapi apa pun itu, akan menjadi harga seorang pemimpin untuk bersuara di tengah kekacauan. Orang Israel mungkin akan berkata: "Hei ..., Kaleb, bagaimana mungkin engkau berkata kita akan menduduki negeri itu, engkau tidak tahu siapa kita dan siapa yang menduduki negeri itu? Secara logika, memang benar negeri yang dijanjikan itu sangat kecil kemungkinannya untuk diduduki. Bangsa yang berdiam di sana dilengkapi dengan kubu dan pertahan an yang sangat rapi. Dengan kata lain, mustahil orang Isreal bisa menduduki negeri itu. Sehingga benarlah tindakan Kaleb itu sangat bodoh jika kita berpikir secara manusia. Tetapi ingat, jika berpikir sebagaimana rencana Allah, maka jawaban kita akan berbeda. Bahkan sangat berbeda.

Kalimat yang diucapkan Kaleb dimentahkan dengan hasutan sepuluh pemimpin suku yang lain. Sebagian besar pemimpin suku mengatakan: "Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada kita" (Bil. 13:31-32). Tidak hanya itu, mereka juga semakin jauh dengan meyampaikan kabar busuk tentang negeri yang diintai itu. Katanya, ternyata negeri itu memiliki kebiasaan memakan penduduknya sendiri, orang itu memiliki perawakan yang sangat tinggi dan kami seperti belalang di hadapan mereka. Keturunan Enak berada di sana, yang merupakan keturunan raksasa (Bil. 13:32-33). Ketika mendengar tambahan berita bohong itu, bisa kita bayangkan bagaimana respons orang Israel mendengarnya. Semakin gundah, semakin kacau, dan semakin ragu akan janji Tuhan. Suasana pun semakin tak terkendali. Dan ingat sekali lagi, di dalam suasana yang seperti ini, sangat riskan untuk bertindak, apalagi sesuatu itu berbeda menurut pandangan sebagian besar orang. Sangat beris iko.

Kita mungkin bertanya, apakah Kaleb menarik kembali pernyataannya bahwa, "Kita akan maju dan menduduki negeri itu?" Jawabannya, tidak. Bahkan sangat mengejutkan, Kaleb tidak berhenti sampai satu pernyataan itu, Kaleb dan Yosua berdiri dan mengoyakkan pakaiannya (Bil. 14:6). Ini merupakan bukti berkabung atas bangsa yang penakut itu dan sebagai bukti perlawanan terhadap orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. Mereka berkata (Bil. 14:7-9) dan berkata kepada segenap umat Israel: "Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya. Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Hanya, janganlah memberontak kepada TUHAN, dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis. Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang TUHAN menyertai kita; janganlah takut kepada mereka." Sekali lagi kalima t ini sangat berisiko dan "langka".

Apa yang membuat Kaleb dan Yosua berkata demikian? Jika kita perhatikan, kalimat itu mereka ucapkan dengan dasar pengenalan yang dalam akan Allah di dalam rencana dan janji-Nya. Mereka yakin jika TUHAN menjanjikan negeri itu, maka negeri itu akan menjadi milik mereka. Hanya saja, mereka jangan memberontak kepada Allah. Keyakinan mereka bahwa Allah Israel akan mengalahkan semua bangsa itu bahkan akan menelan bangsa-bangsa yang besar itu sampai habis. Jangan takut kepada bangsa yang besar-besar itu dan bangsa yang berkubu itu jika TUHAN menyertai kita. Melalui pengenalan itu, mereka jelas tahu jika TUHAN menyertai, maka semua akan berjalan sebagaimana maksud dan rencana-Nya. Allah Israel bukanlah Allah yang lupa akan janji, dan bahkan Allah Israel sanggup mengalahkan semua bangsa-bangsa itu.

Lalu segenap umat itu mengancam hendak melontari kedua orang itu dengan batu. Tetapi tampaklah kemuliaan TUHAN di Kemah Pertemuan kepada semua orang Israel (Bil. 14:10-11). Risiko itu muncul dan harus dihadapi. Yakni, lontaran batu dari bangsa yang sudah meragukan TUHAN dan merasa dipermainkan oleh TUHAN. Apalagi bangsa yang bebal ini sangat mudah untuk dihasut dan setiap orang yang berani untuk menawarkan sesuatu yang berbeda, disarankan berhati-hati. Tetapi penyertaan TUHAN yang Kaleb ketahui itu terbukti melalui kehadiran-Nya. Ketika risiko itu datang, Allah tidak hanya diam. Kemuliaan TUHAN nampak di kemah pertemuan. Ini merupakan pertanda Allah hadir bersama-sama orang yang takut pada-Nya dan peringatan siapa saja yang memberontak kepada Dia.

Kaleb yang mengikut Tuhan dengan segenap hati, harus berhadapan dengan bangsa yang bebal. Tetapi justru di dalam hal itulah kita melihat bagaimana keberanian seorang Kaleb menantang arus. Berani menentang pendapat dengan yang mayoritas dan berani tampil beda dari sepuluh orang pengintai yang lain. Ketika kondisi seperti ini yang terjadi, seorang pemimpin akan mengalami pengujian, bagaimana ia mengikut TUHAN. Tetapi dengan jelas, Kaleb menjatuhkan pilihannya: mengikut Tuhan dengan sepenuh hati.

Melihat realita kehidupan pemimpin kristiani saat ini, menampilkan diri seperti yang ditunjukan oleh Kaleb bisa kita katakan sebagai sesuatu yang sangat langka. Untuk bisa mencari seorang pemimpin yang benar-benar memiliki keberanian untuk menampilkan suatu sikap yang berbeda dari apa yang dunia ini tawarkan sepertinya adalah sesuatu yang sangat sulit. Memang untuk bisa memilih berbeda dengan sebagian besar orang di dunia ini, maka sepertinya kita sedang berhadapan dengan satu singa lapar yang setiap saat siap menerkam kita. Seperti domba yang mencoba memberikan pendapat kepada kumpulan ribuan serigala. Tetapi kita harus ingat, hal ini adalah kewajiban setiap pemimpin yang mau mengikut Tuhan dengan sepenuh hati.

Buah dari keberanian Kaleb adalah mereka akan menikmati Tanah Perjanjian. "Bahwasanya orang-orang yang telah berjalan dari Mesir, yang berumur 20 tahun ke atas, tidak akan melihat negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub, oleh karena mereka tidak mengikut Aku dengan sepenuh hatinya, kecuali Kaleb bin Yefune, orang Kenas itu, dan Yosua bin Nun, sebab keduanya mengikut TUHAN dengan sepenuh hatinya" (Bil. 32:11-12). Pemimpin yang memberontak itu harus menerima kenyataan tidak akan mendapat bagian di dalam tanah yang berlimpah susu dan madu. Tetapi Kaleb dan Yosua akan memperoleh bagian dan menikmati Tanah Perjanjian yang berlimpah susu dan madu itu. Ini merupakan upah setiap orang yang mengikut Tuhan dan ini sangat jelas berada di dalam satu pilihan di mana setiap orang bebas memilih. Mengikut Tuhan atau mengikut dunia. Pemimpin yang mengikut dunia akan berpikir dan bertindak menurut ukuran dunia, tetapi pemimpin yang mengikut Tu han akan berpikir dan bertindak menurut kehendak dan rencana Tuhan.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul Artikel:Kaleb: Keberanian Seorang Pemimpin, Berani Tampil Beda
Penulis Artikel:Prasasti Perangin-angin
Situs: (Prasasti Perangin-angin)

Kategori Bahan PEPAK: Pelayanan Sekolah Minggu

Sumber
Judul Artikel: 
Kaleb: Keberanian Seorang Pemimpin, Berani Tampil Beda

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK

Komentar