Kategori Bahan PEPAK: Guru - Pendidik
Bersahabatlah dengan masalah yang Anda hadapi, maka Anda akan belajar sesuatu darinya. (Anon)
Hari itu, aku sepertinya bakal "santai" karena tak ada tugas khusus yang mesti kulakukan; seperti pujian, firman, permainan, atau aktivitas. Semua sudah ada yang bertugas. Walaupun demikian, aku tetap tidak akan bersantai. Aku tahu setiap kesempatan beribadah merupakan "jam kerja" yang mesti aku pertanggungjawabkan dengan dedikasi yang tulus kepada Allah.
Aku pun terlibat dalam kebaktian sebagaimana biasanya, dengan kesungguhan yang tak pernah ingin aku kurangi. Sementara larut dalam pujian bersama anak-anak, tiba-tiba aku tersadar akan sesuatu. Temanku yang bertugas membawakan firman belum datang! Ups! Aku harus segera berbuat sesuatu, nih. Cepat-cepat aku keluar dan berusaha mencari buku pegangan di kelas yang lebih besar. Segera kubolak-balik halamannya dan mencari cerita yang bisa kupelajari secara singkat.
Aku menemukan satu cerita ilustrasi yang menarik dan bisa disampaikan untuk anak-anak di kelasku. Segera kucari satu sudut ruang yang tenang, dan aku fokuskan seluruh perhatianku untuk mempelajari ceritanya. Sementara mataku nanar menelusuri beberapa lembar dari buku itu, dalam hati aku terus berdoa meminta pertolongan Tuhan. Aku meminta Tuhan menolongku untuk siap menyampaikan firman, yang meski kusiapkan mendadak, harus disampaikan tidak dengan asal-asalan.
Menyadari bahwa waktuku tidak banyak lagi, aku pun segera kembali ke kelas. Dan benar, sesaat kemudian seorang temanku telah memimpin anak-anak untuk berdoa menyambut firman Tuhan. Aku pun segera ikut khusyuk berdoa, memohon sekali lagi Allah menyertai dan mengurapi. Duh, ada "dag-dig-dug" yang cukup kencang juga. Apalagi melihat anak-anak dan para pengantar yang cukup banyak hari itu. Yah, tak adil rasanya jika mereka tak mendapatkan firman yang mereka tunggu-tunggu untuk ditabur di tanah hati mereka hanya karena kami, sebagai guru, tak siap memberikannya.
"Tuhan, tolong bantu aku," demikian bisikku sekali lagi saat kuterima mikrofon dari temanku. Dan begitulah, sepanjang membawakan cerita aku terus berharap Allah sendiri akan berfirman melaluiku. Melalui otakku yang mengolah cerita, melalui mulutku yang memproduksi kata-kata paling sederhana, dan melalui seluruh tubuhku yang mencoba mendaratkan cerita bagi anak-anak. Dan puji Tuhan, aku menyelesaikannya dengan baik. Kami berdoa bersama, memohon Allah terus berbicara di hati anak-anak.
Ya, aku belajar sesuatu lagi hari itu. Pertama, secara teknis aku jadi sadar bahwa aku harus selalu siap dengan minimal satu cadangan cerita yang siap dibawakan setiap saat. Demikian pula dengan tugas-tugas lain; satu rangkaian pujian, satu jenis aktivitas dan atau permainan. Kedua, aku belajar bahwa seorang guru Sekolah Minggu harus selalu siap bekerja setiap kali ia dibutuhkan. Tanpa mengeluh. Tanpa marah-marah. Tanpa saling menyalahkan. Jadi, tidak hanya siap cerita, tetapi juga siap bekerja dengan hati yang selalu senang. Yah, karena memang itu tugasku, tanggung jawabku. Dan aku percaya, Yesusku tak akan membiarkan aku bekerja sendiri. Terutama pada saat-saat genting seperti yang kualami. Dia pasti menemani. Dia pasti menyertai.
Diberkatilah orang-orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN (Yeremia 17:7)
Diambil dan disunting dari:
Judul buku | : | Loving Kids Like Jesus |
Penulis | : | Agustina Wijayanti |
Penerbit | : | Gloria Graffa, Yogyakarta 2007 |
Halaman | : | 68 -- 71 |
- Login to post comments
- Printer-friendly version