Pengkaderan Guru Sekolah Minggu


Jenis Bahan PEPAK: Artikel

Tiap tahun selalu terjadi regenerasi di Sekolah Minggu, paling tidak, inilah yang dialami oleh anak Sekolah Minggu. Tiap tahun pasti ada anak yang naik ke kelas yang lebih tinggi, ada anak yang baru masuk, bahkan anak yang telah "lulus" dari Sekolah Minggu dan melanjutkan pembinaan rohani di gereja pada Kelas Remaja.

Di kalangan Guru Sekolah Minggu dapat pula terjadi regenerasi atau "turn-over", dimana guru baru datang, guru lama pergi, atau guru tiba-tiba berhenti mengajar karena alasan tertentu. Ada banyak faktor yang menjadi pemicu terjadinya perubahan di atas. Ada faktor yang bisa dikendalikan pihak Pembina Sekolah Minggu, ada pula yang tidak. Beberapa contoh faktor yang berada di luar kendali misalnya: karena guru yang bersangkutan akan melanjutkan studi atau pindah kerja di luar kota.

Pembina Sekolah Minggu perlu memikirkan dan mempersiapkan para Guru maupun Calon Guru demi kelangsungan serta kelancaran pelayanan di Sekolah Minggu dengan bertanggung jawab. Di sinilah perlunya perencanaan yang baik dalam Program Pengkaderan Guru.

1. Bagaimana mencari dan menemukan Calon Guru?

Sebelum mencari calon guru, langkah awal yang perlu dilakukan adalah melakukan pendataan jumlah Anak Sekolah Minggu, jumlah Guru, dan deskripsi singkat mengenai pengalaman mengajar masing-masing Guru. Misalnya: berapa jumlah guru yang dapat mengajar di kelas kecil, kelas besar, dst, berapa jumlah guru "senior" (dalam kuantitas maupun kualitasnya) dan berapa jumlah guru yang masih tergolong "pemula".

Selanjutnya perlu dipertimbangkan, berapa banyak anak dapat diajar secara efektif dan efisien oleh seorang guru. Pada umumnya, untuk 10-15 anak perlu ada 1 orang guru, tapi untuk anak kelas kecil 7-10 anak dibutuhkan 1 orang guru, sementara untuk anak kelas balita setiap 4-5 anak perlu didampingi 1 orang guru.

Setelah kebutuhan guru diketahui dengan jelas, barulah Pembina Sekolah Minggu mulai mencari calon guru di antara anggota jemaat gereja. Setidaknya ada 4 golongan yang dapat dipertimbangkan:

  1. Kaum muda (16-25 tahun)
  2. Kaum dewasa muda (25-33 tahun) atau telah berumah tangga
  3. Kaum dewasa madya (33-55 tahun) (biasanya anak keluarga ini telah memasuki usia remaja/pemuda)
  4. Kaum lansia (55 ke atas) (biasanya anak telah mandiri dan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang tua)
Tentunya setiap golongan tersebut memiliki keunikan sendiri.

Kaum muda lebih mudah dan lebih cepat digerakkan untuk suatu tugas baru, dan umumnya memiliki semangat dan mobilitas yang tinggi. Tetapi, ada sedikit kendala bila mereka akan melanjutkan studi, kerja, atau menikah, apalagi bila hal tsb akan membawa mereka pindah ke kota lain.

Kaum dewasa muda biasanya termasuk golongan yang paling sulit diajak pelayanan. Umumnya waktu dan perhatian mereka banyak tersita untuk urusan pekerjaan (biasanya kaum pria) dan mengasuh anak (biasanya kaum wanita). Tetapi, jika mereka mau menerima pelayanan sebagai guru Sekolah Minggu, kualitas mereka sebagai seorang pengajar dan pendidik pada umumnya baik sekali.

Kaum dewasa dan lansia sebenarnya adalah calon guru yang baik, asal mereka masih mau mengerti dunia anak yang sangat berbeda dengan dunia mereka sendiri, demikian juga dengan masa kanak-kanak mereka puluhan tahun silam. Keuntungan mendapatkan guru dari kelompok umur ini adalah: biasanya mereka memiliki pribadi yang lebih matang dan mantap, dan biasanya pula mereka sudah tidak lagi akan berpeluang berpindah gereja atau kota lain. Umumnya mereka juga sudah "dikenal" dan "punya pengaruh" di kalangan jemaat, dan hal ini dapat memberi keuntungan bagi Sekolah Minggu dalam menjalankan program-programnya. Hanya saja, mungkin ada sedikit masalah bila orang-orang dari kelompok ini cenderung untuk "menggurui" mereka yang lebih muda.

Pendekatan yang dilakukan bisa dilakukan dalam berbagai cara, baik melalui pendekatan PRIBADI, dimana Pembina Sekolah Minggu mengajak calon guru tsb berbicara dari hati ke hati mengenai beban pelayanan anak, atau pendekatan KELOMPOK, misalnya melalui ceramah atau presentasi program pada masing-masing kelompok persekutuan (kaum muda, kaum wanita/bapak, kaum lansia, dsb).

2. Bagaimana merencanakan Program Pengakaderan Guru Baru?

Sebenarnya tidak ada pendekatan yang seragam mengenai hal ini. Tiap Sekolah Minggu biasanya memiliki kebijakannya sendiri mengenai bagaimana mempersiapkan calon guru/guru baru untuk mulai memasuki ladang pelayanannya.

Beberapa hal yang biasa dipratekkan adalah:

  1. Memberikan Kursus Dasar
    Dimana para calon guru akan dibekali oleh visi dan misi mengenai pelayanan anak, berbagai pengetahuan dan ketrampilan dasar untuk mengajar anak (misalnya: diperkenalkan dengan berbagai metode / teknik mengajar, psikologi perkembangan, dsb).
  2. Memberikan kesempatan untuk observasi
    Para calon guru diminta untuk mengikuti berbagai kelas Sekolah Minggu (sebagai peserta atau pengamat saja) dimana mereka belajar dari guru-guru lain bagaimana cara memimpin sebuah kelas. Pada akhirnya para calon guru tsb dengan dibimbing oleh Pembina Sekolah Minggu akan menentukan kelas mana yang tepat bagi dirinya.
  3. Dilibatkan bersama dengan guru senior
    Di sini para calon guru langsung praktek mengajar bersama (atau lebih tepat disebut: sebagai asisten) guru senior. Mereka belajar dari rekan yang lebih senior dan mengajar anak pada saat yang bersamaan.
  4. Dilatih dalam Kelas Laboratori
    Dalam hal ini calon guru dilatih dengan menggunakan Kelas Laboratori, dimana mereka berlatih/praktek mengajar di hadapan rekan-rekan guru dan bukan langsung dengan anak. Melalui kelas latihan ini, mereka dipersiapkan untuk nantinya dapat terjun mengajar anak dengan lebih siap diri. Pembahasan lebih lanjut mengenai Kelas Laboratori akan dibahas dalam kolom Serba Serbi.
Program Pengkaderan Guru mutlak diterapkan oleh Sekolah Minggu yang mau bertumbuh dan berkembang. Program ini juga harus berdampingan dengan program pembinaan guru, sehingga tidak hanya para calon guru yang perlu mendapat pelatihan dan persiapan, para guru senior pun harus disegarkan kembali, harus terus dibina dan dikembangkan potensi serta keahliannya dalam melayani anak-anak.

Kategori Bahan PEPAK: Pelayanan Sekolah Minggu

Sumber
Judul Buku: 
Pedoman Pelayanan Anak 2
Pengarang: 
Ruth Lautfer & Anni Dyck
Halaman: 
126 - 131
Penerbit: 
Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia
Kota: 
Malang
Tahun: 
1993

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK

Komentar